Para Ibu Pejuang

/ kurmamedia

Dalam rangka memeringati Hari Ibu, Dompet Dhuafa Jabar berinisiatif memberikan kejutan untuk para ibu pejuang. Tujuan dari kegiatan ini sebagai bentuk apresiasi terhadap para Ibu pekerja keras. Dompet Dhuafa Jabar memberikan ungkapan cita kepada para ibu pejuang berupa kado sembako dan satu set gelas cantik. Tim Dompet Dhuafa Jabar menemukan beberapa Ibu pekerja keras dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Dimulai dengan Ibu Omih(68) adalah seorang ibu tangguh dan sosok pekerja keras. Di usianya yang sudah seharusnya menikmati masa tua, Ibu Omih tidak berhenti untuk mencari nafkah sendiri dan tidak meminta belas kasihan anak-anaknya yang kebanyakan sudah menikah dan berprofesi sebagai kuli bangunan. Ibu Omih tidak ingin memberi beban tambahan bagi anak-anaknya yang menurutnya masih kekurangan perekonomiannya. Tak ada kata pamrih dan ingin dibalas budinya oleh sang anak, karena Ibu Omih merasa masih mampu untuk mencari penghasilan sendiri. Ibu Omih tinggal di Cimaung, Bandung. Setiap harinya Ibu Omih biasa berjualan kerupuk yang dipikul pundaknya sambil berjalan kaki menyusuri jalanan sekitaran jl Suci, jl. Dipenogoro, jl. Sadang Serang sampai sekitaran Gedung Sate. Rasa lelah ditambah usianya yang sudah tua tak menghalangi semangatnya menawarkan kerupuk jualannya agar laku terjual. Semangat Ibu Omih menginspirasi kita tentang bagaimana perjuangan seorang Ibu yang tak mengandalkan pamrih dan balas budi dari anak-anaknya. Betapa besar pengorbanan seorang Ibu agar tidak menyusahkan anaknya.

Lalu kami bertemu dengan Ibu Iceu Rosita yang periang dan ramah. Ibu Iceu tinggal di Kopo namun setiap hari berjualan di sekitaran kampus Unikom sampai kampus Unpad Dipatiukur sambil mendorong gerobak sederhananya. Ibu Iceu menjual snack-snack beraneka ragam, dengan sikapnya yang ramah Ibu Iceu menawarkan dagangannya. Walaupun banyak penolakan dari calon pembeli tapi Ibu Iceu tetap bersemangat jualan sambil masih mendorong gerobak sederhananya. 

Setelah bertemu Ibu Iceu, kami bertemu Ibu Hartati yang berjualan roti keliling sambil menggendong bayinya. Saat tim menanyakan mengapa ibu Hartati berjualan dengan membawa anaknya yang masih bayi, ibu Hartati menjawab, “Soalnya nggak ada yang jaga anak sayanya, jadi saya bawa jualan aja. Nanti siang giliran bapaknya yang jaga,” ungkap Bu Hartati. Ibu Hartati berjualan roti sambil berjalan menyusuri jalanan sekitar taman Lansia sampai sekitaran Gedung Sate. Sementara sang suami berjualan cilok di depan museum Geologi Bandung. 

Dan yang terakhir adalah Ibu Yuni. Beliau adalah seorang pengasuh anak yatim di Panti Sosial Asuhan Anak Muhammadiyah Cabang Sumur Bandung. Ibu Yuni mengurus sembilan puluhan anak yatim piatu di panti sosial. Selain sibuk mengasuh dan mengurus anak-anak di panti sosial, Ibu Yuni masih bisa menyeimbangkan waktunya untuk mengurus kedua anak kandungnya juga. Dari seorang Ibu Yuni kita bisa terinspirasi bagaimana pintarnya seorang ibu dalam membagi waktunya, baik itu bagi anaknya sendiri ataupun anak-anak asuhnya yang sudah dianggapnya sebagai anaknya sendiri,

Begitu hebatnya sosok seorang Ibu. Rasa lelah, capek, usia yang semakin tua tidak memudarkan hasratnya untuk terus berjuang bagi anak-anaknya. Pelukan seorang Ibu memang lebih sering dilakukan saat kita masih kecil, namun kasih sayang seorang ibu tak akan pernah habis dimakan waktu. Terima kasih Ibu. Selamat Hari Ibu.

#TerimaKasihIbu